Sabtu, 26 Maret 2016

Kedamaian.

Aku merindukan sebuah suasana yang terjadi sekitar 2 sampai 3 tahun yang lalu.
Ketika bukan laptop yang dibawa dan tak sengaja didekap ketika tidur, melainkan Al-Qur’an;
bukan HP yang di dalam genggam di manapun dan kapanpun, tapi Al-Qur’an.
Tak ada kedua benda ini pun, hidup tetap berjalan. Asal masih ada Al-Qur’an.
Yang digalaukan adalah setoran hafalan esok hari, bukan IP(K) yang konon menentukan nasib diri ini.
Saat yang menyibukkan adalah perkara akhirat, dengan tetap mengurus dunia; bukan fokus kepada dunia lalu akhirat dikesampingkan.
Damai. Tenang. Merasa aman. Bahagia.
Aku rindu kedamaian itu, yang “nyes” di hati, meski kepala dibombardir kegalauan masa depan duniawi.
Mungkin satu: Allah yang ada di hati.
Seharusnya memang cukup Allah tempat bertawakkal (re: bersandar), dengan-Nya kau akan tenang karena semua urusanmu akan mudah diatur-Nya.
Lalu, bisakah suasana itu terjadi lagi?
Upayakan saja dari diri sendiri, membangun faktor-faktor pembangkit tenang itu lagi, dan tak usah menjadikan excuse perbedaan tempat dan orang sekitar di masa kini. 

Objek Rindu Libur Panjang Akhir Pekan

Sedang rindu. Ya, gejala ini datang ketika ada tanggal merah yang dekat dengan akhir pekan. Libur panjang akhir pekan nama lainnya.

Pertanyaannya, siapa yang dirindukan?
Banyak.

Pertama, Ummi.

Wanita cantik yang sayangnya cantik dan putihnya tidak menurun ke aku ini mempunyai kesabaran dan ketegaran yang luar biasa. Kalau pun mengeluh, aku yakin itu hanya candaan di balik kekuatan yang mungkin di-backing oleh malaikat yang Allah suruh untuk menguatkan. Banyak ide kreatif yang halus tetapi "ngena" disampaikan padaku yang nakalnya kumat-kumatan. Nggak habis pikir, betapa tinggi sekali tingkat tangguhnya memiliki anak yang konsisten menggores sederet luka ini. Semoga Allah membebaskannya dari hisab atas kekhilafanku :"

Kedua, Abi


Sosok luar biasa ini menyimpan ke-wonderful-an-nya dengan sangat sempurna. Tak ada yang tahu apa yang dilakukan hingga Ummi menceritakannya padaku. Meskipun banyak yang meragukan kemampuannya hanya karena warnanya yang lebih gelap dan warna ini yang menurun kepadaku, tetapi aku yakin mereka yang ragu itu telah salah besar menilai Abiku. Kesabarannya benar-benar tidak berbatas. Mengerti tanpa berbicara. Merupakan orang yang paling tegas masalah agama, pendidikan, dan kehalalan dalam sesuatu. Orang yang setauku bisa benar-benar tegas menolak haram bahkan syubhat atau meragukan itu jarang, dan Abi masuk dari yang jarang itu.

Ketiga, bocil Thursina


Kusebut bocil karena bagaimana pun tinggi dan besarnya badannya, dia tetap adekku, lebih muda dariku. Makhluk satu yang sangat berbeda baik fisik maupun kepribadian denganku ini diam-diam berprestasi. Tidak pernah ambis sepertiku yang harus belajar sampai menangis dulu untuk dapat kursi di bangku kuliah, dia dengan mudah lolos seleksi olimpiade. Padahal saat aku masih di bangku sekolah, lolos seleksi kelas olim saja tidak. Selain itu, hasil fotografi dan sketsanya juga bagus untuk hitungan orang yang iseng membuatnya tanpa kursus atau memang berniat belajar. Meskipun untuk hal-hal tertentu kami sering berantem, tetap tak mengurangi kagumku ke adek yang merasa terhina kalau dipanggil "Dek" ini.

Keempat, bocil Abin


Yang ini benar-benar bocil. Bocah kecil. Padahal gendut. Nggak pernah ambil pusing setiap ada yang menyinggung warnanya, kontras denganku. Anak paling polos yang dengan kepolosannya ia terlindungi dari kontaminasi dunia masa kini. Yang paling nurut, paling pertama dan tepat waktu dalam hal sholat, mandi, dan berangkat les serta makan tentunya. Sangat berbeda dengan kedua kakaknya, terutama kakaknya yang perempuan. Sejak kecil sudah terlihat bakatnya dimana, walau katanya cita-citanya ingin menjadi pilot. Yah, semoga yang terbaik yang datang kepadamu, Dek.

Lalu, rindu yang sedang hadir diapakan?
Didoakan semoga cepat diberi kesempatan bertemu dengan objek yang dirindukan. Salah satunya dengan merencanakan pertemuan itu dan mengusahakannya. Sebab mereka terlalu berharga untuk tidak diperjuangkan~

Minggu, 20 Maret 2016

Upgrading. Up-Grade-Ing

Upgrading. Dari "upgrade", yang berarti perbaikan, peningkatan; dan disampaikan dalam bentuk kata benda. Up, naik. Grade, tingkatan. -ing, tanda bahwa kata tersebut dijadikan kata benda oleh aturan gerund. It means, sebelumnya sudah di tingkat yang baik, hanya saja sedikit ditambahkan sesuatu agar yang sudah baik itu naik tingkat lebih baik lagi.

Mengapa tiba-tiba aku membahas upgrading?

Sebab beberapa minggu lalu aku melakukan that kind of thing. Yap, aku melakukan upgrading dengan teman-teman Kastrat BEM IM FKM UI 2016. Padahal, upgrading kali ini merupakan yang pertama di tahun ini. Tema dan isi yang dibahas juga hal baru nan berbeda dari tahun-tahun atau upgrading-upgrading sebelumnya.

Terus kenapa?

Ya nggak kenapa-kenapa sih ._.
Lagi nggak pengen membahas isi dari upgrading itu~

Cuman pengen bilang aja, setiap dari kita itu spesial. Kita punya modal berupa otak, atau bahasa halusnya akal, sesuatu yang membedakan kita dari makhluk bernyawa yang lain. Jika ada ejekan, sindiran yang mengatakan "Di mana sih otak lu?" "Otaknya udah abis ya?"sebenarnya itu tidak sepenuhnya salah. Sebab memang seharusnya karunia itu digunakan, meski dalam penggunaan otak membuat kepala yang menampung keberadaannya harus merasa berat dan pusing. Tapi itulah tanda otak kita bekerja.

Balik lagi ke upgrading.

Jadi, di dalam upgrading kala itu, kami mengundang Koorbid Sospol kami tercintah. Dia sangat super duper wonderful kece bhadhay luwar biazah, masya Allah. Beliau memberi materi tentang kenaikan biaya kuliah di UI. Rumor itu sedang hangat-panasnya di UI. Mulai dari sejarah, alasan, penyikapan, semuanya dia berikan. Tetapi, tidak akan sama apa yang diserap orang dalam suatu forum dengan orang lain yang berada di forum yang sama. Mereka yang sebelumnya telah terpapar, seminimalnya telah mendengar, lebih bagus lagi jika membaca, akan memahami jauh lebih baik dibanding yang bahkan mendengar saja tidak. Dan sepertinya aku masuk dalam kelompok yang tidak. Aku sedikit membaca tentang isu tersebut. Sedikit berdiskusi. Sedikit tahu.

Nah, yang ingin aku bahas adalah proses upgrading. Di dalam upgrading ada "grade", tingkatan. Untuk aku yang sedikit tahu, berarti dengan upgrading ini, aku naik tingkat ke sedikit lebih tahu. Butuh beberapa kali untuk mencapai tahap kedua tertinggi, yakni memahami. Jika tahap ini sudah dicapai, sudah dapat dipastikan tingkat tertinggi tercapai, yakni menjelaskan kepada orang lain dengan bahasa sederhana. Persis seperti yang dikatakan oleh Einstein tentang understanding something.

Sebagai manusia, sebisa mungkin kita menempatkan diri sendiri ke grade di atas yang seharusnya. Ketika kita tetap berada di grade yang sesuai, sama saja dengan berada di zona nyaman, seperti kata orang. Bagaimana caranya agar kita berada di grade atas? Coba baca ulang judul posting-an ini. Ya itu caranya. Aku percaya, semakin keren orang, semakin banyak proses upgrading yang dia lakukan. Semakin sering otaknya digunakan. Entah dengan membaca, berdiskusi, menulis; jika itu dalam konteks pemahaman pengetahuan dan isu; atau dengan menerima cobaan, ujian, pengalaman; lalu memikirkan hikmah sebagai pembelajaran ke depannya; bila kita membahas kehidupan.

Jadi, gunakan otakmu, isi ulang! Upgrade yourself! Agar teko otak tersebut mengeluarkan air yang bermanfaat bagi kehidupan, bukan debu atau sarang laba-laba yang bahkan harus digetok biar bisa keluar.
Sekian~