Minggu, 18 November 2012

SCC Melengserkan BBB


Pihak ajang wanita cantik mematok kriteria yang bagus untuk seleksi putri yang dianggap terbaik di dunia atau di negara yang bersangkutan pada tahun tersebut. BBB atau BrainBeauty, and Behavior. Tiga syarat utama yang cukup mewakili semua hal untuk dijadikan sosok teladan perempuan. Dengan kecerdasan (Brain) kita memajukan dunia dan dengan kecantikan (Beauty) kita menarik perhatian untuk bersikap sebagaimana tingkah laku (Behavior) yang dipunya. Ketiga syarat ini yang akan dipakai dalam satu tahun masa jabatan sebagai “Putri”. Kegiatan selama satu tahun itu sepenuhnya diisi dengan kebaikan. Mulai dari mengunjungi korban kemiskinan, bencana alam, kemudian menyorakkan kemerdekaan, membebaskan hak asasi yang tertindas, mendukung pelayanan kesehatan, hingga mempromosikan tempat wisata, dan banyak lainnya.
Kriteria ini meraup banyak peserta dari hampir setiap inchi dunia. Seleksi demi seleksi dilakukan mulai dari tahap bawah dan merambat ke tingkat internasional. Bermodal akan keyakinan dimilikinya BBB, perempuan maju ke panggung dan unjuk kebolehan. Menurut beberapa sumber di media elektronik, setiap tahun peserta ajang pemilihan putri selalu mendapatkan persentase yang naik dari tahun ke tahun. Pemenangnya juga tidak melulu dari 1 wilayah, namun seperti bergiliran antara daerah satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap wanita di tempat mana pun memiliki potensi untuk menjadi wanita hebat yang menjadi pusat perhatian.
Demi titel bahwa merekalah sang “Putri Dunia” yang disorot semua mata, apapun dilakukan. Melewati tes satu dan tes selanjutnya tidak mudah. Perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan juga besar. Tapi jika sukses, mereka akan meniti karir yang lebih baik. Itu menurut beberapa orang. Mereka juga akan menjadi panutan bagi wanita, terutama remaja.
Pertanyaan yang dilontarkan begitu berat dan butuh pemikiran kritis untuk mengetes seberapa besar kemungkinan mereka mendapat label kecerdasan (Brain). Yang diujikan bukan hanya pengetahuan umum yang mungkin bisa diperoleh dengan kebiasaan membaca, namun juga analisis penyelesaian permasalahan bersama. Yang diungkit juga bukan seputar masalah kecil yang solusinya kebanyakan hanya cara umum yang belum terlaksana. Semua itu memang membutuhkan pemikiran yang kritis, tajam, dan tidak biasa. Pemikiran yang seperti itu harus didukung oleh kemampuan otak yang memadai. Oleh karena itu, tidak mungkin mereka yang terpilih tidak memiliki otak yang “lebih”.
Mereka yang memiliki kecerdasan, tentunya bisa membedakan mana baik dan mana yang buruk. Jika dilogika, ada beberapa tes yang bisa dikatakan menunjukkan betapa tiadanya hal itu. Salah satunya adalah berpose dengan pakaian sangat minim yang pasti dipublikasikan tanpa sensor. Itukah tujuannya? Jika iya, mengapa kriteria ajang putri-putrian adalah BBB, bukan Beauty saja? Apa fungsi memasukkan pose itu ke dalam tes? Bisa saja saat diambil gambarnya tak banyak yang melihatnya berpakaian minim karena ada di ruang tertutup. Orang tersebut juga biasa memakai pakaian tertutup jika di luar. Tapi saat gambar tersebut disebarluaskan, semua orang yang pada awalnya tidak tahu apalagi mengenal orang tersebut bisa tahu auratnya. Dosa yang dibuat juga semakin banyak seiring penyebaran foto tersebut. Di sinikah logika bermain?
Beauty sudah pasti dipegang. Orang yang mengikuti kontes pemilihan putri pasti merasa yakin dirinya cantik. Brain secara kasat mata terlihat, namun sebenarnya tidak. Dengan melakukan tes-tes yang diajukan yang salah satunya adalah melakukan adegan pemotretan, meski terhadap orang lain ia bersikap baik, ia tetap bisa dianggap kurang memiliki behavior. Apalagi banyak aturan mulai dari adat, norma, agama yang menganggap pakaian terbuka merupakan sesuatu yang tidak etis. Pelanggaran etika sudah dipastikan memberikan cap bagi sang pelaku bahwa ia tidak baik. Dengan alasan-alasan tersebut, masih pantaskah bahwa menjadi pemenang dalam kontes tersebut akan memberikan kebahagiaan dan dijadikan contoh?
Adat ketimuran Indonesia saja menganggap negatif pakaian terbuka (meski sekarang nampaknya adat itu mulai luntur), apalagi Islam? Islam mewajibkan para penganut wanitanya untuk berjilbab seperti dituturkan dalam QS. An-Nur ayat 31,
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,” dan juga dalam QS. Al-Ahzab ayat 59,
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu agar mereka mudah dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Al-Qur’an memiliki nilai kebenaran yang mutlak. Tidak ada satu pun yang dapat menyangkalnya. Namun begitu mudah manusia menentangnya. Padahal di balik semua yang tertulis selalu ada rahasia, termasuk fungsi jilbab itu sendiri.
Jilbab memang sekilas tampak menyiksa. Padahal sesungguhnya memberi kebebasan lebih. Wanita jadi bebas bergerak tanpa takut auratnya yang bisa menimbulkan fitnah akan tersingkap. Wanita juga menjadi lebih terlindungi, baik dari sinar UV penimbul kanker yang telah terbukti oleh penelitian maupun dari pandangan lelaki. Wajah wanita dari awal sudah dipersiapkan untuk ditutup jilbab, sehingga semua wanita yang mengenakannya akan terlihat lebih anggun dan enak dilihat meski sebenarnya ia tidak memiliki kecantikan fisik. Dengan jilbab, ia merasa memiliki amanah untuk menjaga sikap. Sikap yang terjaga akan menimbulkan reaksi positif berupa kelakuan baik. Kelakuan baik inilah indikasi bahwa iman dan taqwa kita kuat yang menuntun pada kesholehan seseorang. Pemakaian jilbab juga bukti bahwa batin kita secerdas otak kita karena tidak seenaknya menjual murah sesuatu yang berharga.
Untuk menjadikan muslimah sebagai panutan, tidak perlulah dibuat ajang seleksi putri dengan syarat-syarat tertentu. Lagipula ajang-ajang tersebut kebanyakan hanya memberi dampak pada pemberian contoh bagaimana berpenampilan fisik yang menarik daripada bagaimana meningkatkan kualitas iman dan kecerdasan lahiriah maupun batiniah. Inilah yang ditakutkan mengingat banyak remaja yang gampang hanyut dalam arus hingar-bingar kehidupan pemuda yang non Islami.
Karantina dalam kontes penentuan putri lebih baik diganti dengan memfokuskan terhadap perbaikan diri. Tidak usah ribut berdandan dan berbuat baik yang bisa jadi hanya dilakukan selama masa terpilih alias sebatas kepura-puraan. Cukup dengan menghaluskan jiwa dengan banyaknya ayat Al-Qur’an yang dibaca, berbuat baik terhadap semua makhluk, menebar senyum, dan menanam kebaikan itu semua tanpa sadar akan menggiring kepada pemenuhan kedua kriteria, yakni Beauty dan Behavior.Beauty karena batin yang cantik akan terekspresi dengan raut muka dan behavior yang menawan. Ditambah lagi jika senantiasa tersiram air wudhu, wajah akan semakin bersinar alami. Luasnya wawasan juga diperlukan untuk mengatasi problematika dunia yang dilihat dari beberapa sudut pandang. Jika solusi yang diberikan tepat, label cerdas pasti tersedot dan terukir mati dalam diri. Dengan begitu secara tidak langsung orang-orang sekeliling akan terpikat oleh magnet alami sang wanita dan menjadikan sang wanita sebagai tauladan. Predikat sholeh pun akan melekat tanpa diminta.
Istiqomah dalam menancapkan ajaran Islam dalam setiap rongga jiwa dan konsisten mensosialisasikannya adalah sesuatu yang kini dibutuhkan. Modalnya sama dengan kontes putri, yakni BBB. Perbedaannya terletak pada nama dan aplikasinya. Bila mereka menggunakan BrainBeauty, andBehavior dengan acuan yang umum, kita harus bisa selangkah lebih maju dengan prinsip SCC atau Sholeh, Cerdas, dan Cantik dengan landasan Islam yang murni nan hakiki. Dengan semakin banyaknya pemilik pedoman SCC, diharapkan SCC bisa melengserkan kedudukan landasan BBB di mata dunia karena sesungguhnya SCC-lah yang memiliki makna yang lebih mendalam.