Rabu, 24 Agustus 2011

Surga di Ujung Peta


Siapa sangka, di balik terjalnya dan sempitnya jalan karena rumah-rumah kecil di sisinya, ada sebuah surga. Bukan surga yang akan kita jumpai setelah proses penghisapan, melainkan surga dunia di mana panca indra kita dimanjakan. Tak seindah surga yang sebenarnya memang, tapi di situlah kita bisa membayangkan betapa surga yang sesungguhnya jauh lebih indah daripada "surga palsu" itu. Aku memang belum pernah ke surga, tapi aku ingin berada di sana (aamiin). Tak bisa terbayang, surga yang kusebutkan tadi saja sudah indah, apalagi surga sesungguhnya.
Sejak tadi aku menyebutkan surga yang indah. Sebenarnya, yang aku maksud "di ujung peta" dalam judul adalah sebuah lokasi tak terjamah namun subhanallah, bagusnya bukan main. Perjalanan untuk mencapainya memang berat. Harus mendaki gunung dengan lebar jalan yang tak terlalu lebar, tersesat di pemukiman penduduk desa karena jauh dari kota, bahkan harus bertanya atau melihat peta berulang-ulang. Namun, perjuangan itu akan terbayar lunas dengan panorama pantai yang kusebut surga tadi. Mata kita awalnya disambut dengan sungai jernih berarus deras yang menerjang bebatuan besar di sepanjang tepian jalan yang dilalui. Dari jauh airnya memang berwarna hijau, tapi itu hanyalah sebuah tipuan mata. Sesungguhnya air di aliran sungai itu jernih, dan hijau yang ditampakkan adalah hijau alami bukan hasil campur tangan manusia. 
Sampai di dekat lokasi pantai, setiap orang diwajibkan membayar Rp1.000. Tergolong murah untuk harga suguhan pencuci mata. Tak lama berselang mobil berjalan, di kanan jalan tampaklah ia, sebuah wujud pantai yang bahkan aku tak dapat menggambarkannya. Masih terekam dalam benakku, aku membayangkan lebih indah Tanah Lot atau Pantai Kutha, namun aku salah. Menurutku, ini jauh dari perkiraan. Turun dari mobil, aku berlari setelah melepas sandalku, merasakan lembutnya pasir putih yang lebih bersih daripada pantai-pantai yang pernah kukunjungi. Tak berkedip, aku memandang pantai itu dari ujung penglihatan kananku hingga ujung penglihatan kiriku. Sungguh, apa yang kulihat waktu itu sekejap bisa menghilangkan beban pikiranku. Air laut pantai itu bening, ombaknya besar namun tak menyentuh pantai. Ombak itu terembus hanya sampai beberapa meter sebelum bibir pantai, jadi kita takkan merasakan deburan ombak seperti di Parangtritis. Tak usah kecewa, terkadang hembusan ombak itu sampai ke kita walau tak begitu keras. 

Biasanya bila sebuah perbatasan antara darat dan laut dipisahkan pantai berpasir, maka tak ada karang. Begitu pula sebaliknya. Namun di sini, selain merasakan kelembutan pasir putih, kita juga dikesankan dengan adanya bebatuan karang. Karena jernihnya air, kita bisa melihat karang-karang dan ikan-ikan kecil juga kepiting kecil dengan mudah. Selain jernih, air di pantai ini juga segarnya bukan main. 

Berikut adalah beberapa foto yang aku ambil ketika berada di sana. Mungkin hasil foto yang diambil tak sebegitu menarik, karena tak menggambarkan pemandangan yang sesungguhnya. Tapi bila engkau melihat aslinya, aku berani menjamin engkau akan terpana! Selamat datang di Pantai Tambakrejo dan Pantai Gondo Mayit, Kabupaten Blitar :)










^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar